Denpasar –
Walhi Bali prihatin Yang Berhubungan Di maraknya alih fungsi lahan Di Bali. Menurut mereka alih fungsi lahan lebih banyak dampak negatifnya buat lingkungan.
Alih fungsi lahan yang Lebih masif Di Bali menimbulkan berbagai dampak negatif yang mengancam kelestarian lingkungan dan Kesejajaran Komunitas setempat.
Untuk beberapa tahun terakhir, alih fungsi lahan Di Bali Meresahkan tajam, seiring Di Kemajuan sektor Perjalanan Hingga Luarnegeri dan kebutuhan Akansegera infrastruktur pendukungnya.
Made Krisna Dinata, Direktur Walhi Bali, menuturkan bahwa Di Pulau Dewata sudah sangat masif terjadi alih fungsi lahan. Salah satu yang berkontribusi Di alih fungsi lahan adalah pembangunan akomodasi Perjalanan Hingga Luarnegeri.
Walhi Bali menyoroti dampak negatif alih fungsi lahan Di ekologi. Menurut Krisna, Pada ini jumlah hutan Di Bali kurang Untuk 30% jumlah wilayahnya. Hal ini tentu Akansegera berdampak Di keberlangsungan lingkungan hidup.
“Alih fungsi lahan dan perubahan bentang alam utamanya berdampak Di ekologi. Laporan terakhir Untuk DKLH Bali kurang Untuk 30% Daerah Bali. Tentu Akansegera berdampak Di keberlangsungan lingkungan hidup,” paparnya.
Untuk temuan Walhi Bali, Jalan Tol Gilimanuk – Mengwi yang Akansegera dibangun Di panjang Di 96 kilometer. Untuk pembangunan ini, Akansegera ada 98 titik subak yang tergerus Malahan hilang.
Apabila alih fungsi lahan dan konversi lahan Lebih masif dilakukan, pengaruh paling signifikan adalah Pulau Dewata kerap dilanda bencana lingkungan, salah satunya adalah Genangan Air.
“Subak menjadi salah satu Kearifan Lokal Global sekaligus salah satu bentuk pengaturan tata kelola air yang mampu bersinergi Di alam. Subak mampu menjadi tempat penampungan air alami Pada terjadi siklus alam. Apabila terus menerus terjadi konversi lahan, Bali Akansegera selalu ditimpa bencana lingkungan, seperti Genangan Air,” tutur Krisna.
“Lebih terkonversi alam ini, hal yang paling nyata kita lihat adalah bencana ekologis. Malahan dunia sudah tidak mengenal pemanasan Internasional, melainkan pendidihan Internasional. Ini diakselerasi Di tindakan seperti alih fungsi lahan,” imbuhnya.
Sebelum 2022, Walhi Bali melakukan pemantauan Di Kebugaran alam Bali. Menurut Krisna, Bali sudah mulai diterjang bencana, Malahan sudah terjadi hampir Di seluruh kabupaten/kota. Tahun 2023, Pada musim kemarau panjang, kerap terjadi kebakaran Di beberapa TPA.
“Penyebab terbakar ini, pertama Lantaran alih fungsi lahan menyebabkan Krisis Lingkungan yang ekstrim dan panas berkepanjangan. Ini Akansegera mengakselerasi sampah Di TPA menjadi terbakar, Lantaran pengelolaan sampah Di sistem open dumping,” tutur Krisna.
“Itu hal nyata yang bisa kita lihat Yang Berhubungan Di kerusakan lingkungan akibat tata kelola lingkungan yang tidak benar dan kurang tegas Untuk regulasi,” imbuh Krisna.
Dilihat berdasarkan Gaya, Bali yang kerap overbuild dan overtourim membuat Bali diterpa beberapa bencana alam, yang sumber utamanya adalah alih fungsi lahan.
Menurut Krisna, jika menilik lebih jauh Di Aturan proteksi atau tata kelola lingkungan, Bali masih kurang tegas. Pemerintah diharapkan Memiliki tindakan konkrit Untuk membenahi tata kelola lingkungan hidup.
Krisna menyarankan Untuk membatasi tindakan pembangunan dan tidak Menerbitkan izin Untuk pembangunan yang tak sesuai aturan tata ruang Di Bali. Pemerintah harus memperketat dan memastikan setiap proyek pembangunan Memiliki kajian dampak lingkungan yang komprehensif.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Alih Fungsi Lahan Di Bali Lebih Banyak Negatifnya Buat Lingkungan