Industri panas bumi diyakini dapat menjadi tulang punggung mewujudkan ketahanan energi Peningkatan Ekonomi. FOTO/Ilustrasi
Ke Pada Yang Sama, Pembaruan dan pengusahaan panas bumi Ke Indonesia masih terbilang berjalan lambat. Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, berdasarkan data, Pada 2017-2023 kapasitas terpasang panas bumi hanya Menimbulkan Kekhawatiran Disekitar 789,21 MW.
“Sebelum mulai diusahakan Ke 1980-an sampai Bersama akhir 2023, total kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi Indonesia dilaporkan Mutakhir mencapai Disekitar 2.597,51 MW, atau Mutakhir Disekitar 10,3% Untuk total potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia,” ungkapnya Ke Jakarta, Kamis (13/6/2024).
Padahal, kata dia, Untuk pelaksanaan Keputusan transisi energi, Komaidi menjabarkan, panas bumi dapat membantu merealisasikan target Net Zero Emission (NZE) yang ditargetkan dicapai Ke 2060. Berdasarkan perhitungan ReforMiner, kata dia, jika seluruh potensi panas bumi Indonesia dapat dimanfaatkan, terdapat potensi penurunan gas Tempattinggal kaca (GRK) Disekitar 182,32 juta ton CO2e atau setara Bersama 58% target penurunan GRK sektor energi Ke tahun 2030 yang ditetapkan sebesar 314 Juta Ton CO2e.
Lanjutnya, berdasarkan karakteristiknya, energi panas bumi menurutnya dapat membantu mewujudkan ketahanan energi nasional. Hal itu Lantaran keberadaan dan pemanfaatan panas bumi Ke umumnya melekat Ke Bangsa atau Daerah yang Memiliki sumber daya panas bumi. “Lantaran relatif tidak dapat diekspor, prioritas pemanfaatan energi panas bumi adalah Sebagai kepentingan domestik yang relevan Bersama upaya mewujudkan ketahanan energi nasional,” ujarnya.
Yang Terkait Bersama ketahanan energi, lanjut dia, panas bumi juga Memiliki beberapa Kelebihan jika dibandingkan Bersama jenis energi Mutakhir dan terbarukan (EBT) lainnya. Kelebihan itu Di lain tidak bergantungan Ke cuaca; produksi energi yang lebih besar Sebagai periode yang sama; tingkat kapasitas yang lebih tinggi; prioritas Sebagai kepentingan domestik; tidak terpengaruh Bersama Fluktuasi Harga energi fosil; biaya operasi pembangkitan yang relatif lebih murah.
Untuk kelompok EBT, jelas Komaidi, faktor kapasitas listrik panas bumi (PLTP) tercatat sebagai yang terbaik yaitu Di 90-95%. PLTP tercatat sebagai satu-satunya pembangkit EBT yang dapat beroperasi sebagai beban dasar (base load) Untuk sistem kelistrikan. “Faktor kapasitas PLTP yang besar tercermin Untuk Kendati kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi (PLTP) milik PLN Ke tahun 2023 hanya Disekitar 0,79% Pada total kapasitas terpasang, produksi listrik PLTP yang dikelola PLN Ke tahun yang sama mencapai Disekitar 1,33% Pada total produksi listrik PLN,” paparnya.
Bersama Detail, Komaidi mengatakan bahwa pemanfaatan panas bumi Sebagai sumber energi domestik dapat membantu mewujudkan ketahanan Peningkatan Ekonomi. Sebab, sumber energi panas bumi terbebas Untuk risiko Fluktuasi Harga energi primer seperti yang terjadi Ke energi fosil Ke umumnya. “Lantaran relatif terbebas Untuk risiko Fluktuasi Harga, pemanfaatan energi panas bumi dapat membantu menjaga stabilitas dan Perkembangan Peningkatan Ekonomi,” cetusnya.
Ke sisi lain, biaya operasi PLTP pun tercatat sebagai salah satu yang termurah. Berdasarkan Statistik PLN 2022, rata-rata biaya operasi PLTP berada jauh Ke bawah rata-rata biaya operasi pembangkit listrik nasional, yakni Rp118,74/kWh atau Disekitar 8,60% Untuk rata-rata biaya operasi pembangkit listrik nasional yang dilaporkan sebesar Rp1.473/kWh.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Miliki Potensi 23.765 MW, Industri Panas Bumi Punya Peran Penting Untuk Indonesia