loading…
Romli Atmasasmita. Foto/Istimewa
Untuk kehidupan Kelompok Ke umumnya, hukum dan kekuasaan merupakan Dibagian tidak terpisahkan Bersama sistem birokrasi pemerintahan, selalu berkelindan dan melekat satu sama lain. Malahan dapat dikatakan, tidak ada hukum tanpa kekuasaan, dan tidak ada kekuasaan tanpa hukum.
Ke Untuk doktrin hukum, hal ini telah dikenal Dari lama Bersama adagium: hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, Berencana tetapi kekuasaan tanpa hukum adalah anarki. Begitu pula Ke Untuk kehidupan Kelompok Ke Negeri yang menempatkan hukum satu-satunya rujukan utama bertindak Ke Untuk Negeri hukum. Akan Tetapi demikian, realita kehidupan hukum baik Untuk proses pembentukannya maupun Ke Untuk proses penegakan hukum, kedua pilar Negeri hukum tersebut tampak nyata dan seketika dan dapat dirasakan ketika implementasi keduanya berjalan berlawanan arah. Untuk praktik sering terjadi, anarki, ketika kekuasaan dijalankan tanpa landasan hukum atau dikenal Bersama penyalahgunaan wewenang atau dijalankan tetapi menyimpang atau bertentangan Bersama maksud dan tujuan awal Bersama pembentukan hukum/undang-undangnya.
Beberapa sebutan sinisme Kelompok seperti kriminalisasi hukum atau politisasi hukum menggambarkan keadaan sedemikian. Contoh Peristiwa Pidana penetapan Firli Bahuri sebagai Dugaan Pelaku disusul Bersama pemberhentian Bersama jabatan ketua KPK; pemberhentian Airlangga Hartarto Bersama jabatan Ketua Umum Partai Golkar dibayangi Dari pemeriksaan dirinya Yang Berhubungan Bersama Peristiwa Pidana Perdagangan Masuk Negeri dan Perdagangan Keluar Negeri dan lainnya. Praktik kekuasaan Bersama menggunakan hukum sebagai alat Sebagai mencapai tujuan atau dikenal Bersama “law as a tool of the powerfull” atau “as a means to an ends; tidak lagi dipandang sebagai “law is an ends in its self”.
Peristiwa tersebut disebabkan hukum hanya dipandang sebagai norma yang statis dan cermin Bersama perilaku aparatur hukum; seharusnya hukum dipandang sebagai nilai (values) dan nilai hukum Indonesia terdapat Ke masing-masing sila Pancasila sebagai satu kesatuan idiologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Ketiadaan pemahaman hukum sebagai nilai mengakibatkan praktik Proses Hukum pidana terasa hambar atau kering tanpa nyawa jika hanya dipandang sebagai norma statis dan hanya sikap/perilaku aparatur hukum.
Malahan Untuk beberapa praktik Proses Hukum pidana khusus tindak pidana Penyalahgunaan Jabatan, ketimpangan pandangan tentang hukum tersebut telah terjadi secara masif yang telah mengakibatkan setiap orang yang didakwa melakukan tindak pidana Penyalahgunaan Jabatan dipastikan sebagai Kandidat terpidana Penyalahgunaan Jabatan, penegakan hukum hanya mengandalkan Ke kecerdasan intelektual, tetapi miskin kecerdasan nurani dan kecerdasan spriritual. Ke Samping itu, pengaruh warisan sistem hukum kolonial Belanda tampak dan terasa, yakni Aturan Pidana Dari awal pembentukannya bertujuan pembalasan atas kejahatan Bersama alasan Sebagai melindungi Kelompok.
Asas umum Aturan Pidana warisan masa lalu, tiada pidana tanpa Kesalahan Individu; geen straf zonder schuld-tercantum Ke Untuk Pasal 1 ayat (1) KUHP; menecerminkan pemikiran teori pembalasan pidana, dan Sebab sebab itulah penegakan Aturan Pidana selalu dicari kesalahannya Sebagai dapat dipidana. Adagium Aturan Pidana Ke Indonesia telah berubah Dari diberlakukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Peristiwa Pidana tercantum Ke Untuk Pasal 183 KUHAP yang diawali Bersama kalimat pembuka, Hakim tidak boleh Menyediakan hukuman,….
Kekeliruan cara pandang tentang hukum sebagaimana diuraikan Ke atas masih melekat sampai Pada ini Ke aparatur penegak hukum Ke umumnya termasuk hakim, dan dampak terparah daripadanya, jika hakim sebagai pemutus dan Lembaga Proses Hukum sebagai tempat satu-satunya dan terakhir mencari dan menemukan keadilan, juga telah terkontaminasi Bersama cara pandang hukum yang keliru, Malahan Sebab intervensi kepentingan politik/kekuasaan. Akibat lebih jauh yang kita saksikan adalah Ke lembaga pemasyarakatan telah Merasakan kepadatan hunian atau overkapasitas mencapai 200 persen.
Untuk konteks masalah Ke atas, yang kita rasakan Pada ini adalah khususnya, Untuk pemberantasan Penyalahgunaan Jabatan yang telah menjadi salah satu Inisiatif pemerintah Prabowo Subianto. Kekeliruan cara pandang hukum Untuk konteks kekuasaan yang telah terjadi setidaknya dapat dicegah dan diantisipasi Bersama Inisiatif kesadaran hukum Di aparatur hukum, juga Di pemegang kekuasaan termasuk anggota badan legislatif seketika Setelahnya pelantikannya. Adapun Di khususnya kepada para hakim perlu menjadi Inisiatif rutin tahunan Bersama meminta ahli-ahli hukum terkemuka.
(zik)
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Antara Hukum dan Kekuasaan