Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Wirya Adiwena Memberi keterangan usai diskusi peringatan Hari Anti Penyiksaan internasional bertajuk Penyiksaan: Asian Value? Ke Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Rabu (26/6/2024). FOTO/
Pernyataan tersebut disampaikan Di Deputi Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Wirya Adiwena Di diskusi peringatan Hari Anti Penyiksaan internasional bertajuk “Penyiksaan: Asian Value?” yang digelar Ke Kantor Amnesty Internasional Indonesia, Jakarta, Rabu (26/6/2024).
“Ke Di jumlah Tindak Kejahatan dan korban (penyiksaan), pelakunya sayangnya masih didominasi Di Polri,” ucap Wirya.
Menurut Wirya, Gaya penyiksaan Ke Indonesia Secara Keseluruhan cenderung naik, baik Tindak Kejahatan maupun korbannya. Sebelum Juli 2019, Amnesty mencatat terdapat sebanyak 226 korban penyiksaan Ke Indonesia.
Ke 2021-2022, Amnesty mencatat terdapat 15 Tindak Kejahatan penyiksaan Di 25 korban, dan 2022-2023 terdapat 16 Tindak Kejahatan Di 25 korban, sedangkan Ke 2023-2024 terdapat 30 Tindak Kejahatan Di 49 korban penyiksaan.
Wirya mengungkapkan, Polri menempati urutan pertama pelaku penyiksaan Di angka 75%, sedangkan Ke posisi kedua ditempati TNI Di 19%. Ke Pada Yang Sama, TNI-Polri sebanyak 5%, dan petugas lapas sebanyak 1%.
Dia mempertanyakan mengapa masih banyak aparat penegak hukum yang melakukan penyiksaan, padahal Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi Antipenyiksaan.
“Kenapa ada aparat Negeri yang secara sengaja melakukan penyiksaan kepada Komunitas sipil. Pada tanggung jawab itu disalahgunakan, gawat dong,” ucapnya.
Wirya menegaskan adanya keberadaan konvensi tersebut Bagi mencegah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Di aparat penegak hukum. Menurutnya, hal ini seperti asuransi kepada APH Bagi tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Amnesty Indonesia Sebut Polri Institusi Paling Banyak Lakukan Penyiksaan Ke Indonesia











