Data Kementerian Kesejaganan (Kemenkes RI) Menunjukkan terdapat 66.271 Perkara Hukum Hukum Terbaru kanker payudara setiap tahun, Bersama 22.598 kematian. Angka ini menempatkan jenis kanker tersebut menjadi yang terbanyak dan paling mematikan Ke perempuan Hingga Tanah Air, disusul kanker leher rahim atau kanker serviks, hingga kanker ovarium.
Sengkarut persoalan dimulai Di keterlambatan diagnosis, akses layanan yang masih timpang, hingga rendahnya angka kesintasan dibandingkan Negeri lain. Hal ini yang juga disebut Kemenkes RI menjadi salah satu alasan Hingga balik banyaknya pasien memilih berobat Hingga luar negeri.
“Sebab keterbatasan alat, itu antrenya bisa berapa bulan, Malahan sampai hitungan tahun. Pada pasien-nya didiagnosis masih stadium dini, nunggu tatalaksana-nya sudah stadium lanjut,” sesal Direktur Upaya Mencegah Pengendalian Gangguan Tidak Menular dr Siti Nadia Tarmizi Pada ditemui Hingga sela sesi Forum Jurnalis Kesejaganan Menurunkan Kematian akibat Kanker Payudara Hingga Indonesia, Senin (29/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenyataan tersebut sejalan Bersama catatan 70 persen Perkara Hukum Hukum kanker payudara Terbaru ditemukan Ke stadium lanjut. Pada Perkara Hukum Hukum kanker berada Hingga stadium lanjut, Potensi sembuh berkurang Hingga bawah 50 persen.
Ketua Perhimpunan Pusat Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dr Jaya Cosphiadi Irawan menekankan Tren ini Malahan jauh tertinggal Bersama Negeri tetangga, Malaysia.
“Malaysia angka survival-nya jauh lebih baik,” ungkapnya.
Ia menekankan bila Penanaman Modal Di Negeri deteksi dini serta Perawatan Hingga Indonesia tak diperkuat, risiko beban Gangguan dan biaya yang dihadapi Lebih besar.
Ketua Regu Kerja Kanker Kemenkes RI Endang Lukito mengakui kesiapan deteksi alat dan tenaga Ahli Kepuasan masih terbatas Hingga banyak kabupaten kota Area terpencil, Bersama Tren berikut:
- Terbaru 169 kabupaten/kota yang Memiliki layanan mamografi.
- Sebanyak 201 kabupaten/kota Memiliki SDM, tetapi tidak Memiliki alat.
- 44 kabupaten/kota Malahan tidak Memiliki SDM maupun alat sama sekali.
Antrean Berobat hingga Berbulan-bulan
Rata-rata, waktu tunggu Perawatan kanker Hingga Indonesia bisa mencapai 9 hingga 15 bulan Dari diagnosis ditegakkan hingga terapi definitif dimulai. Keterlambatan ini berdampak langsung Ke hasil Perawatan.
“Kalau pasien menunggu enam minggu saja, tumor sudah bisa berkembang. Apalagi kalau sampai 12 minggu atau lebih, hasil terapinya tentu berbeda. Hingga Indonesia, keterlambatan seperti ini masih sangat tinggi,” jelas dr Cosphiadi.
Angka kesintasan lima tahun kanker payudara Hingga Indonesia hanya 54,5 hingga 56 persen, Sambil Hingga Negeri maju rata-rata 90 persen. India, Bersama Pertumbuhan terbanyak Hingga dunia, juga Memiliki rata-rata kesintasan lima tahun yang lebih baik yakni 66 persen.
Sambil yang lebih rendah tercatat berada Hingga Afrika Selatan Bersama rata-rata 40 persen.
“Target kita tentu ingin mencapai lebih Di 70 persen. Tapi itu hanya bisa dicapai jika deteksi dini benar-benar diperluas dan tata laksana lebih cepat,” kata Endang.
Rasa Cemas-Waswas Pada Diperiksa
Masalah kanker Hingga Indonesia tidak hanya terjadi Ke medis, tetapi juga Di sisi psikologis. Banyak pasien menolak melakukan biopsi atau menunda pemeriksaan Sebab khawatir Bersama hasil diagnosis.
Adapula yang beralih Hingga Perawatan alternatif, menghindari kemungkinan menjalani operasi dan kemoterapi, tetapi Lalu tidak berhasil dan kembali datang Hingga Puskesmas Di Kepuasan stadium lanjut.
Walhasil, beban Perbankan pasien menjadi lebih berat. dr Cosphiadi menyebut Ke beberapa Perkara Hukum Hukum, 80 persen pendapatan pasien Di setahun hilang Sebab biaya Perawatan, kehilangan pekerjaan, dan keterbatasan produktivitas.
Siasat Pemerintah
Kementerian Kesejaganan Lalu merumuskan Wacana Aksi Keluhan Masyarakat Nasional (RAN) Penanggulangan Kanker 2024 hingga 2027, yang mencakup:
- Penurunan angka kematian hingga 2,5 persen.
- Menemukan 60 persen Perkara Hukum Hukum kanker Ke stadium 1 sampai 2. Memastikan diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari Dari pasien pertama kali datang Hingga faskes. Setiap provinsi minimal Memiliki 2 RS paripurna dan setiap kabupaten/kota minimal 1 RS madya Untuk layanan kanker.
Hingga Di Itu, metode skrining payudara kini dikombinasikan, SADANIS (pemeriksaan klinis) ditambah USG, agar deteksi lebih akurat.
Kanker adalah Gangguan kompleks dan heterogen. Penanganannya membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, akademisi, swasta, dan komunitas.
“Ini bukan hanya urusan Ahli Kepuasan. Harus ada governance yang kuat, akademisi yang mengawal, serta partisipasi Kelompok Untuk Pembelajaran dan deteksi dini. Kalau tidak, kita Akansegera terus tertinggal,” pinta dr Cosphiadi.
Belum lagi, layanan paliatif yang juga harus diperluas. Pada ini, hanya 1 persen Di kebutuhan yang terpenuhi, padahal 80 persen pasien kanker stadium lanjut memerlukannya.
Meski strategi nasional sudah disusun, tantangannya tetap besar. Tanpa percepatan deteksi dini, pemerataan layanan, serta Pembelajaran publik yang konsisten, angka kematian akibat kanker payudara Akansegera terus tinggi.
“Kalau kita tidak hati-hati berinvestasi sekarang, biaya sosial dan ekonomi Hingga masa Di Akansegera jauh lebih besar. Penanaman Modal Di Negeri Ke deteksi dini bukan sekadar soal Kesejaganan, tapi juga penyelamatan generasi,” pungkas dr Cosphiadi.
Halaman 2 Di 2
Simak Video “Video: Perjuangan Jessie J Lawan Kanker Payudara, Kini Harus Operasi Kedua“
(naf/kna)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Sengkarut Polemik Hingga Balik Perkara Hukum Hukum Kanker Payudara ‘Mendominasi 1’ Hingga RI











