Ri Lajnah Tanfidziyah (Federasi Eksekutif) Sarekat Islam Indonesia (SII), KH. Muflich Chalif Ibrahim. FOTO/IST
Ri Lajnah Tanfidziyah (Federasi Eksekutif) Sarekat Islam Indonesia (SII), KH. Muflich Chalif Ibrahim menjelaskan, ulama dan umara penting Sebagai berkolaborasi dan membangun kesepahaman. Hal ini bertujuan Sebagai menjawab segala bentuk tantangan Indonesia sebagai suatu bangsa, khususnya Untuk membendung pengaruh ideologi transnasional yang perlahan menggerus nilai-nilai kearifan lokal.
“Pemerintah Indonesia serta tokoh agama dan para ulama, perlu membangun kesepakatan kesepahaman bersama Bersama optimal. Ini dilakukan agar Indonesia dapat Berjuang Bersama tantangan dan gelombang perubahan dunia Di Didepan mata. Tantangan zaman ini seringkali datang begitu cepat dan mengancam siapa pun yang tidak siap Mengadaptasi,” kata KH Muflich Di Bogor, Jumat (28/6/2024).
Menurutnya, pemerintah harus mengikutsertakan para ulama dan cendekiawan Untuk berbagai kalangan dan golongan, Supaya komunikasi dan jalinan kerja sama yang efektif Untuk semua unsur bangsa dapat terbentuk. Hal ini penting Sebagai melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan Sebagai memajukan Keadaan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, seperti yang diamanatkan Di pembukaan UUD 1945.
KH Muflich juga bercerita tentang dinamika hubungan ulama dan umara Di Indonesia. Walaupun terdapat beragam perbedaan pendapat Di masing-masing pihak, keduanya dapat memainkan peran pengawasan Di jalannya roda pemerintahan. Ada masanya ulama sepakat Bersama Langkah umara atau Pemerintah Indonesia, ada pula Di Di mana keduanya saling berbeda pandangan.
Fungsi pengawasan yang baik Akansegera tetap berlangsung apabila Ditengah para ulama dan unsur pemerintahan Negeri, masih teguh memegang konsensus bangsa Indonesia. KH Muflich meyakini Ditengah ulama dan umara dapat saling mengingatkan Sebagai berbuat kebajikan dan mencegah kemungkaran.
“Pengawasan, Untuk konteks relasi ulama dan umara, Akansegera membentuk hubungan mutualisme dan tidak sekadar saling cari-mencari kelemahan dan Kegagalan satu Bersama yang lainnya, melainkan Sebagai tujuan yang lebih besar dan lebih luhur Untuk itu, yaitu kemaslahatan rakyat Indonesia. Justru Di era awal kemerdekaan Indonesia, tidak ada pemisahan atau dikotomi ulama dan umara. Di masa itu, seorang ulama juga berperan sebagai umara, begitu pun Sebagai Gantinya. Perbedaan pandangan itu lumrah, sepanjang semua pihak tetap berprinsip dan berpegang Di nilai-nilai konstitusi Negeri yaitu UUD 1945 dan Pancasila,” katanya.
Ia berpendapat Sebagai menjawab tantangan masuknya ideologi transnasional yang disruptif dan menimbulkan polarisasi, diperlukan usaha Untuk semua pihak. Tidak hanya ulama dan umara, Tetapi seluruh elemen bangsa Untuk menguatkan nilai-nilai yang telah disepakati bersama bangsa Indonesia sebagai dasar dan ideologi bernegara.
“Patut diperhatikan bahwa ada banyak kesamaan dan kebaikan Untuk beragam ideologi transnasional tersebut Bersama nilai-nilai yang telah disepakati bangsa kita. Walaupun demikian, lebih banyak lagi dampak buruk yang ditimbulkan dan bisa menghancurkan persatuan bangsa dan Negeri,” katanya.
Didasari berbagai pertimbangan Di atas, KH Muflich mengatakan Pra-Penanganan ini tidak dimaksudkan Sebagai mengucilkan bangsa dan Negeri Indonesia Untuk pergaulan internasional. Tetapi Sebagai menjaga keselamatan dan mencari hubungan yang sehat Antara bangsa-bangsa Di dunia. Semua ini dilakukan Bersama tetap berdiri berdasarkan nilai-nilai luhur yang telah tertanam lama Di Untuk bangsa Indonesia. Membangun relasi Bersama segala komunitas maupun bangsa Untuk skala internasional, hendaknya dilakukan Bersama berdiri sejajar dan bersifat bebas aktif atau nonblok, Supaya bangsa kita tetap menjadi bangsa yang mandiri dan mampu berkontribusi Untuk Kedamaian dan ketertiban dunia.
KH Muflich berharap agar seluruh pihak bisa lebih dewasa Untuk bernegara, bisa mencari titik persamaan dan jangan membesar-besarkan perbedaan yang ada. Dirinya mengimbau, tidak perlu mempersoalkan dan mempermasalahkan hal hal yg khilafiyah furu’iyah yang Akansegera kontraproduktif Bersama semangat persatuan umat.
“Bangsa ini adalah bangsa yang besar, Bersama riwayat yang panjang dan telah menuliskan pencapaian emas yang tak sedikit. Maka hendaknya semua pihak berkaca Di sejarah, menelaahnya, dan menemukan hikmah, Sebagai Lalu menuliskan sejarahnya sendiri, menemukan jalan Di masa Didepan Indonesia yang jauh lebih baik lagi. Wallahu a’lam bish shawab,” katanya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Sinergi Ulama dan Umara Penting Bangun Kesepahaman Hadapi Tantangan











